Rabu, 16 Mei 2012

KOMPETENSI 2 MATA KULIAH PENDIDIKAN EKONOMI DAN KEWIRAUSAHAAN




 MODEL PELAKSANAAN PEMBELAJARAN KEWIRAUSAHAAN YANG EFEKTIF DAN EFESIEN

(Kompetensi 2 Mata Kuliah Pendidikan Ekonomi dan Kewirausahaan, yang diampu oleh Dr. R. Gunawan S., S.Pd., S.E., M.M)



 
Oleh:
Isbandiyah
NPM. 1123031047
Kelas B Semester 2




 Pogram Studi
Magister Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial





 


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2012




  
KATA PENGANTAR


Alhamdulillah puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta hidayah-Nya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Karya ilmiah yang berjudul “Model Pelaksanaan Pembelajaran Kewirausahaan yang Efektif dan Efisien” adalah salah satu tugas pada mata kuliah Pendidikan Ekonomi dan Kewirausahaan, dan merupakan mata kuliah yang wajib diambil oleh mahasiswa Magister Pendidikan IPS FKIP Universitas Lampung. Dengan terselesainya karya ilmiah ini, penulis mengucapkan terimakasih kepada Bpk. Dr. R. Gunawan Sudarmato, S.Pd., S.E., M.M, selaku dosen pengampu Pendidikan Ekonomi dan Kewirausahaan.

Penulis menyadari bahwa dalam karya ilmiah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu penulis harapkan demi kesempurnaan tugas ini. Akhir kata, penulis sampaikan terima kasih. Semoga Allah SWT senantiasa meridhoi segala usaha kita. Amin.


Bandar Lampung,       17 Mei 2012
Penulis,

Isbandiyah



I.       PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang

Pendidikan adalah sarana yang tepat untuk membentuk karakter peserta didik, saat ini pendidikan di Indonesia masih menekankan pada pengembangan kognitif, sedangkan pengembangan afektif, empati, dan rasa belum mendapat perhatian serius. Pendidikan memegang peranan penting dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Ini disebabkan pendidikan memiliki pengaruh langsung tehadap perkembangan manusia. Melalui pendidikan diharapkan akan lahir sumber daya manusia yang berkualitas dan mampu membangun masyarakat dan negara ke arah yang lebih baik. Untuk itu pendidikan memberikan latihan-latihan terhadap karakter, kognisi, serta jasmani manusia.

Pendidikan yang baik adalah pendidikan yang ditunjang oleh berbagai sarana dan prasaranan yang baik pula. Salah satunya adalah guru. Guru merupakan faktor yang utama untuk mencapai suatu pendidikan atau pembelajaran dapat tercapai dengan baik. Oleh karena itu, seorang guru harus mampu mengembangkan berbagai model pembelajaran agar situasi belajar di dalam kelas dapat tercipta dengan efektif dan efesien. Dalam memilih model pembelajaran, guru harus memperhatikan keadaan atau kondisi siswa, bahan pelajaran serta sumber-sumber belajar yang ada agar penggunaan model pembelajaran dapat diterapkan secara efektif dan menunjang keberhasilan belajar siswa.

Seorang guru diharapkan memiliki motivasi dan semangat pembaharuan dalam proses pembelajaran yang dijalaninya. Menurut Sardiman A. M. (2004: 165), guru yang kompeten adalah guru yang mampu mengelola program belajar-mengajar. Mengelola di sini memiliki arti yang luas yang menyangkut bagaimana seorang guru mampu menguasai keterampilan dasar mengajar, seperti membuka dan menutup pelajaran, menjelaskan, menvariasi media, bertanya, memberi penguatan, dan sebagainya, juga bagaimana guru menerapkan strategi, teori belajar dan pembelajaran, dan melaksanakan pembelajaran yang kondusif.

Pendapat serupa dikemukakan oleh Colin Marsh (1996: 10) yang menyatakan bahwa guru harus memiliki kompetensi mengajar, memotivasi peserta didik, membuat model instruksional, mengelola kelas, berkomunikasi, merencanakan pembelajaran, dan mengevaluasi. Semua kompetensi tersebut mendukung keberhasilan guru dalam mengajar.

Tugas utama guru adalah membelajarkan siswa, yaitu mengkondisikan siswa agar belajar aktif sehingga potensi dirinya (kognitif, afektif, dan konatif) dapat berkembang dengan maksimal. Dengan belajar aktif, melalui partisipasi dalam setiap kegiatan pembelajaran, akan terlatih dan terbentuk kompetensi yaitu kemampuan siswa untuk melakukan sesuatu yang sifatnya positif yang pada akhirnya akan membentuk life skill sebagai bekal hidup dan penghidupannya. Agar hal tersebut di atas dapat terwujud, guru seyogianya mengetahui bagaimana cara siswa belajar dan menguasai berbagai cara membelajarkan siswa. Model belajar akan membahas bagaimana cara siswa belajar, sedangkan model pembelajaran akan membahas tentang bagaimana cara membelajarkan siswa  dengan berbagai variasinya sehingga terhindar dari rasa bosan dan tercipta suasana belajar yang nyaman dan menyenangkan.

Demikian pula, pada pihak siswa, karena kebiasaan menjadi penonton dalam kelas, mereka sudah merasa enjoy dengan kondisi menerima  dan tidak biasa memberi. Selain dari karena kebiasaan yang sudah melekat mendarah daging dan sukar diubah, kondisi ini kemungkinan disebabkan karena pengetahuan guru yang masih terbatas tentang bagaimana siswa belajar dan bagaimana cara membelajarkan siswa. Karena penghargaan terhadap profesi guru sangat minim, boro-boro sempat waktu untuk membaca buku yang aktual, mereka sangat sibuk untuk memenuhi kebutuhan keluarganya, dan memang itu kewajiban utama, apalagi untuk  membeli buku pembelajaran yang inovatif. Mereka bukan tidak mau meningkatkan kualitas pemebelajaran, tetapi situasi dan kondisi kurang memungkinkan. Permasalahannya adalah bagaimana mengubah kebiasaan prilaku guru dalam kelas, mengubah paradigma mengajar menjadi membelajarkan, sehingga tujuan dapat tercapai. Dengan paradigma yang berubah, maka dapat merubah kebiasaan murid yang bersifat pasif menjadi lebih aktif. Sehingga guru diharapkan dapat memilih dan menerapkan model pembelajaran yang tepat untuk melaksanakan proses pembelajaran secara efektif, efisien dan menyenangkan.

Berkaitan dengan model pembelajaran yang efektif dan efesien, di sini penulis akan mencoba membuat suatu karya ilmiah yaitu model pelaksanaan pembelajaran kewirausahaan yang efektif dan efesien dengan menggunakan model pembelajaran Problem-based Learning (PBL).

B.     Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, permasalahan dalam karya ilmiah ini dapat dirumuskan sebagai berikut.
  1. Bagaimana model pembelajaran kewirausahaan yang efektif?
  2. Bagaimana model pembelajaran kewirausahaan yang efisien?
  3. Bagaimana pelaksanaan model pembelajaran kewirausahaan yang efektif dan efisien?

C.    Tujuan Penulisan Karya Ilmiah

Berdasarkan permasalahan di atas, tujuan dari karya ilmiah ini adalah sebagai berikut.
  1. Untuk mengetahui model pembelajaran kewirausahaan yang efektif.
  2. Untuk mengetahui model pembelajaran kewirausahaan yang efisien.
  3. Untuk mengetahui pelaksanaan model pembelajaran kewirausahaan yang efektif dan efisien.



II.      TINJAUAN PUSTAKA


A.    Konsep Pembelajaran Kewirausahaan

Pembelajaran merupakan suatu proses kombinasi yang dilakukan oleh guru dan murid yang saling berinteraksi dan didukung dengan komponen pembelajaran yang lain sebagai pelengkap dalam proses pembelajaran yang dilakukan. Pada pembelajaran inilah terjadi proses interaksi antara sumber belajar, guru, murid, dan komponen pembelajaran yang lain yang mendukung proses pembelajaran tersebut.

Menurut Pupuh Faturrohman (2007: 13) dalam Satmoko (2011), pembelajaran adalah mengandung sejumlah komponen yang meliputi tujuan, bahan pelajaran, kegiatan pembelajaran, metode, alat dan sumber serta evaluasi. Dengan demikian pembelajaran tentunya memiliki tujuan yang ingin dicapai. Hal ini merupakan respon dari bahan, materi pelajaran yang telah dipelajari dan dikembangkan oleh peserta didik melalui proses kegiatan pembelajaran antara guru dengan peserta didik dengan berbagai metode, alat dan sumber belajar yang pada akhirnya terlihat hasilnya melalui penilaian atau evaluasi.

Menurut Umar Hamalik  (2001: 54), pembelajaran adalah  “suatu sistem yang luas dan mengandung banyak aspek diantaranya; (a) profesi guru, (b) pertumbuhan siswa sebagai organisme yang sedang berkembang, (c) tujuan pendidikan dan pengajaran, (d) kurikulum sekolah, (e) perencanaan pengajaran, (f) bimbingan sekolah, dan (g) hubungan dengan masyarakat dan lembaga-lembaga.”

Menurut Trianto (2009: 17), pembelajaran merupakan aspek kegiatan manusia yang komplek, yaitu usaha sadar dari seorang guru untuk membelajarkan siswanya (mengarahkan interaksi siswa dengan sumber belajar lainnya) dalam rangka mencapai tujuan yang diharapkan.

Berdasarkan beberapa pengertian pembelajaran di atas, dapat disimpulkan pembelajaran adalah proses yang disengaja yang menyebabkan siswa belajar pada suatu lingkungan belajar untuk melakukan kegiatan pada situasi tertentu. Pembelajaran merupakan suatu proses kombinasi yang dilakukan oleh guru dan murid yang saling berinteraksi dan didukung dengan komponen pembelajaran yang lain sebagai pelengkap dalam proses pembelajaran yang dilakukan.

Kewirausahaan merupakan jiwa dari seseorang yang diekspresikan melalui sikap dan perilaku yang kreatif dan inovatif untuk melakukan suatu kegiatan. Dengan demikian, perlu ditegaskan bahwa tujuan pembelajaran kewirausahaan sebenarnya tidak hanya diarahkan untuk menghasilkan pebisnis atau business entrepreneur, tetapi mencakup seluruh profesi yang didasari oleh jiwa wirausaha atau entrepreneur.

Menurut Eman Suherman (2008: 29) dalam Citra (2010), pembelajaran kewirausahaan diawali dengan persiapan serta pengadaan materi pembelajaran teori, praktik dan implementasi. Setelah persiapan dan pengadaan materi pembelajaran selesai, maka dilaksanakan proses pembelajaran kewirausahaan dengan tujuan utama mengisi ranah kognitif, afektif dan psikomotorik peserta didik. Selanjutnya, bersamaan dengan berjalannya proses pembelajaran disediakan juga wahana konsultasi terutama untuk hal-hal pragmatis guna melengkapi proses pembelajaran yang diarahkan untuk mengisi ranah kognitif, afektif dan psikomotorik tadi. Disamping itu wahana konsultasi diharapkan juga dapat memperkuat “4H” peserta didik. H pertama Head atau kepala yang diartikan sebagai pemikiran, dan dalam pembelajaran diisi oleh pengetahuan tentang nilai nilai, semangat, jiwa, sikap dan perilaku, agar peserta didik memiliki pemikiran kewirausahaan. H kedua, Heart atau hati yang diartikan sebagai perasaan, diisi oleh penanaman empatisme social-ekonomi, agar peserta didik dapat merasakan suka-duka berwirausaha dan memperoleh pengalaman empiris dari para wirausaha terdahulu. Selanjutnya H ketiga, Hand atau tangan yang diartikan sebagai keterampilan yang harus dimiliki oleh peserta didik untuk berwirausaha. Oleh karena itu dalam konteks ini pembelajaran kewirausahaan membekali peserta didik dengan teknik produksi agar mereka kelak dapat berproduksi atau menghasilkan produk baik berupa barang, jasa maupun ide. Dan H keempat, Health atau kesehatan yang diartikan sebagai kesehatan fisik, mental dan social. Sehubungan dengan hal ini, peserta didik hendaknya dibekali oleh teknik-teknik antisipasi terhadap berbagai hal yang mungkin timbul dalam berwirausaha baik berupa persoalan, masalah maupun risiko lainnya sebagi wirausaha. Pembelajaran untuk hal ini dapat diberikan melalui AMT (Achievement Motivation Training) atau Outbond Training.

Setiap kegiatan sudah pasti ada tujuan, termasuk kegiatan pembelajaran kewirausahaan. Dalam  KBBI (1991: 107), tujuan berarti arah atau maksud. Maksud diartikan sebagai sesuatu yang dikendaki. Hasil akhir yang ingin dicapai dari pembelajaran kewirausahaan ialah tertanam atau terbentuknya jiwa wirausaha pada diri seorang siswa sehingga menjadi wirausaha dengan kompotensinya.  

Menurut Suherman (2008: 22), tujuan utama pembelajaran kewirausahaan adalah membentuk jiwa wirausaha peserta didik, sehingga yang bersangkutan menjadi individu yang kreatif, inovatif dan produktif. Pola pembelajaran kewirausahaan dimulai dari, teori, praktik dan implementasi. Teori diarahkan untuk memperolah pengetahuan tentang  kewirausahaan mengisi aspek kognitif agar siswa  memiliki paradigma wirausaha. Praktik dimaksudkan untuk melakukan kegiatan berdasarkan teori yang telah dipelajari agar siswa merasakan betul bahwa teori yang dipelajari bisa dipraktekan dan akan bermanfaat bagi dirinya dan orang lain. Hal ini berkaitan dengan nilai afektif siswa. Kemudian implementasi berarti pelaksanaan kegiatan yang sesungguhnya dalam memanfaatkan pengetahuan yang telah diperoleh melalui pembelajaran teori dan wawasan  yang didapat dalam pembelajaran praktik.

Berdasarkan pengertian di atas, pembelajaran kewirausahaan merupakan upaya untuk mempelajari tentang nilai, kemampuan dan perilaku seseorang dalam berkreasi dan inovasi yang diwujudkan dalam bentuk sikap.

B.     Konsep Model Pembelajaran

Model pembelajaran dapat diartikan sebagai prosedur sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar. Dapat juga diartikan suatu pendekatan yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran. Dengan demikian,sebenarnya model pembelajaran memiliki arti yang sama dengan pendekatan, strategi atau metode pembelajaran. Model pembelajaran yang dikemukakan oleh Kardi dan Nur terdiri dari lima model pembelajaran yang dapat digunakan dalam mengelola pembelajaran, yaitu: pembelajaran langsung; pembelajaran kooperatif; pembelajaran berdasarkan masalah; diskusi; dan learning strategi.

Model pembelajaran merupakan salah satu komponen utama dalam menciptakan suasana belajar yang aktif, inovatif, kreatif dan menyenangkan (Setyawan, 2010). Berikut ini adalah pengertian model pembelajaran menurut pendapat para tokoh pendidikan antara lain:
  1. Agus Suprijono: model pembelajaran merupakan pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas maupun tutorial.
  2. Mills: “Model adalah bentuk representasi akurat sebagai proses actual yang memungkinkan seseorang atau sekelompok orang mencoba bertindak berdasarkan model itu.
  3. Richard I Arends: model pembelajaran mengacu pada pendekatan yang akan digunakan, termasuk di dalamnya tujuan-tujuan pembelajaran, tahap-tahap kegiatan di dalam pembelajaran, lingkungan pembelajaran dan pengelolaan kelas. (Setyawan, 2010)
Jadi, model pembelajaran adalah kegiatan yang dipilih oleh guru dalam proses belajar mengajar, yang dapat memberikan kemudahan kepada siswa menuju tercapainya tujuan instruksional tertentu. Oleh karena itu, model pembelajaran merupakan komponen penting dalam perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pembelajaran.

Berdasarkan konsep di atas, model pembelajaran yang digunakan dalam karya ini adalah model pembelajaran berbasis masalah atau yang biasa disebut PBL (Problem Based Learning). Dalam pengertiannya model pembelajaran PBL adalah model pembelajaran yang bertujuan melatih dan mengembangkan kemampuan untuk menyelesaikan masalah yang berorientasi pada masalah otentik dari kehidupan aktual siswa, untuk merangsang kemamuan berpikir tingkat tinggi.

Belajar Berdasarkan Masalah atau Problem Based Learning adalah suatu proses pembelajaran yang diawali dari masalah-masalah yang ditemukan dalam suatu lingkungan pekerjaan. Problem Based Learning (PBL) adalah lingkungan belajar yang di dalamnya menggunakan masalah untuk belajar yaitu, sebelum pelajar mempelajari suatu hal, mereka diharuskan mengidentifikasi suatu masalah, baik yang dihadapi secara nyata maupun telaah kasus. Masalah diajukan sedemikian rupa sehingga para pelajar menemukan kebutuhan belajar yang diperlukan agar mereka dapat memecahkan masalah tersebut.

Pembelajaran yang didasarkan pada masalah (Problem Based Learning) adalah suatu istilah yang digunakan di dalam pendidikan untuk bidang pendekatan yang pedagogis yang mendorong para siswa untuk belajar melalui/sampai explorasi yang tersusun suatu masalah riset. (david.mills@c-sap.bham.ac.uk).

H.S. Barrows (1982), sebagai pakar PBL menyatakan bahwa definisi PBL adalah sebuah metode pembelajaran yang didasarkan pada prinsip bahwa masalah (problem) dapat digunakan sebagai titik awal untuk mendapatkan atau mengintegrasikan ilmu (knowledge) baru. Dengan demikian, masalah yang ada digunakan sebagai sarana agar anak didik dapat belajar sesuatu yang dapat menyokong keilmuannya (Sudjarwo, 2011).

PBL adalah proses pembelajaran yang titik awal pembelajaran berdasarkan masalah dalam kehidupan nyata lalu dari masalah ini mahasiswa/siswa dirangsang untuk mempelajari masalah berdasarkan pengetahuan dan pengalaman yang telah mereka punyai sebelumnya (prior knowledge) sehingga dari prior knowledge ini akan terbentuk pengetahuan dan pengalaman baru. Diskusi dengan menggunakan kelompok kecil merupakan poin utama dalam penerapan PBL.

PBL adalah metode belajar yang menggunakan masalah sebagai langkah awal dalam mengumpulkan dan mengintegrasikan pengetahuan baru (Suradjono, 2004) dalam Sudjarwo (2011).

Pembelajaran berbasis masalah (problem based learning) adalah suatu pendekatan pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang cara berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang essensial dari materi pelajaran (Nurhadi, 2003: 55) dalam Sudjarwo (2011).

Menurut Duch (1995) dalam Sudjarwo (2011), PBL adalah metode pendidikan yang mendorong siswa untuk mengenal cara belajar dan bekerja sama dalam kelompok untuk mencari penyelesaian masalah-masalah di dunia nyata. Simulasi masalah digunakan untuk mengaktifkan keingintahuan siswa sebelum mulai mempelajari suatu subyek. PBL menyiapkan siswa untuk berpikir secara kritis dan analitis, serta mampu untuk mendapatkan dan menggunakan secara tepat sumber-sumber pembelajaran.

Pengajaran berdasarkan masalah merupakan pendekatan yang efektif untuk pengajaran proses berpikir tingkat tinggi. Pembelajaran ini membantu siswa untuk memproses informasi yang sudah jadi dalam benaknya dan menyusun pengetahuan mereka sendiri tentang dunia sosial dan sekitarnya. Pembelajaran ini cocok untuk mengembangkan pengetahuan dasar maupun kompleks (Ratumanan, 2002: 123) dalam Sudjarwo (2011).

Pembelajaran ini berfokus pada penyajian suatu masalah (nyata atau simulasi) pada siswa, kemudian siswa diminta mencari pemecahan melalui serangkaian kegiatan yang berdasarkan teori, konsep, prinsip dari suatu bidang ilmu (Pannen, 2001: 85) dalam Sudjarwo (2011).

Menurut Pannen (2001: 86) dalam Sudjarwo (2011) pembelajaran berbasis masalah (Problem based learning) mempunyai 5 asumsi utama yaitu sebagai berikut.
  1. Permasalahan sebagai pemandu. permasalahan menjadi acuan yang harus menjadi perhatian siswa dan kerangka berpikir bagi siswa dalam mengerjakan tugas.
  2. Permasalahan sebagai kesatuan dan alat evaluasi. permasalahan disajikan kepada siswa setelah penjelasan diberikan.
  3. Permasalahan sebagai contoh. permasalahan digunakan untuk menggambarkan teori, konsep, prinsip, dan dibahas dalam diskusi kelompok.
  4. Permasalahan sebagai sarana untuk memfasilitasi terjadinya proses.
  5. Permasalahan menjadi alat untuk melatih siswa dalam bernalar dan berfikir kritis.
  6. Permasalahan sebagai stimulus dalam aktivitas belajar.

C.    Konsep Pembelajaran yang Efektif dan Efisien

Menurut kamus besar bahasa Indonesia, Kata efektif berarti ada efeknya (akibatnya, pengaruhnya, kesannya); dapat membawa hasil; berhasil guna (tt usaha, tindakan); mulai berlaku (tt undang-undang, peraturan). Sedangkan definisi dari kata efektif yaitu suatu pencapaian tujuan secara tepat atau memilih tujuan-tujuan yang tepat dari serangkaian alternatif atau pilihan cara dan menentukan pilihan dari beberapa pilihan lainnya. Efektifitas bisa juga diartikan sebagai pengukuran keberhasilan dalam pencapaian tujuan-tujuan yang telah ditentukan. Misalnya jika suatu pekerjaan dapat selesai dengan pemilihan cara-cara yang sudah ditentukan, maka cara tersebut adalah benar atau efektif.

Efektif adalah pencapaian hasil yang sesuai dengan tujuan seperti yang telah ditetapkan. Pengertian efektifitas secara umum menunjukan sampai seberapa jauh tercapainya suatu tujuanyang terlebih dahulu ditentukan. Hal tersebut sesuai dengan pengertian efektifitas menurut Hidayat (1986) dalam Hardiyani (2012) yang menjelaskan bahwa:
“Efektifitas adalah suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target (kuantitas, kualitas dan waktu) telah tercapai. Di mana makin besar presentase target yang dicapai, makin tinggi efektifitasnya.” Menurut Prasetyo Budi Saksono (1984) dalam Hardiyani (2012) “Efektifitas adalah seberapa besar tingkat kelekatan output yang dicapai dengan output yangdiharapkan dari sejumlah input.”

Sedangkan arti kata efisien menurut kamus besar bahasa Indonesia yaitu tepat atau sesuai untuk mengerjakan (menghasilkan) sesuatu (dengan tidak membuang-buang waktu, tenaga, biaya), mampu menjalankan tugas dengan tepat dan cermat, berdaya guna, bertepat guna. Sedangkan definisi dari efisiensi adalah penggunaan sumber daya secara minimum guna pencapaian hasil yang optimum. Efisiensi menganggap bahwa tujuan-tujuan yang benar telah ditentukan dan berusaha untuk mencari cara-cara yang paling baik untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut. Efisiensi hanya dapat dievaluasi dengan penilaian-penilaian relatif, membandingkan antara masukan dan keluaran yang diterima.

Efisiensi merupakan suatu ukuran keberhasilan yang dinilai dari segi besarnya sumber/biaya untuk mencapai hasil dari kegiatan yang dijalankan. Menurut Mulyamah (1987: 3) dalam Danfar (2009) efisiensi merupakan suatu ukuran dalam membandingkan rencana penggunaan masukan dengan penggunaan yang direalisasikan atau perkataam lain penggunaan yang sebenarnya.

Sedangkan menurut Hasibuan (1984: 3-4) dalam Danfar (2009) yang mengutip pernyataan H. Emerson efisiensi adalah perbandingan yang terbaik antara input (masukan) dan output (hasil antara keuntungan dengan sumber-sumber yang dipergunakan), seperti halnya juga hasil optimal yang dicapai dengan penggunaan sumber yang terbatas. Dengan kata lain hubungan antara apa yang telah diselesaikan.

Berdasarkan uraian di atas, pembelajaran yang efektif dan efisien adalah pembelajaran yang sesuai dengan tujuan seperti yang telah ditetapkan dan tepat atau mampu menyelesaikan proses pembelajaran dengan tepat dan cermat, berdaya guna, serta bertepat guna.

 



III.    PEMBAHASAN


A.    Model Pembelajaran Kewirausahaan yang Efektif   

Hakikat pembelajaran yang efektif adalah proses belajar mengajar yang bukan saja terfokus kepada hasil yang dicapai peserta didik, namun bagaimana proses pembelajaran yang efektif mampu memberikan pemahaman yang baik, kecerdasan, ketekunan, kesempatan dan mutu serta dapat memberikan perubahan prilaku dan mengaplikasikannya dalam kehidupan mereka.

Pembelajaran yang efektif akan terjadi ketika pebelajar (siswa) terlibat dalam tugas-tugas autentik yang berhubungan dengan konteks-konteks yang bermakna. Kemudian ukuran terakhir dari pembelajaran berbasis masalah adalah pebelajar (siswa) mampu menggunakan pengetahuan untuk memfasilitasi cara berpikir akan kehidupan sesungguhnya.

Pembelajaran yang efektif memiliki prinsip khusus dalam pengelolaannya, prinsip tersebut meliputi: pertama, prinsip interaktif mengandung makna bahwa mengajar bukan hanya sekadar menyampaikan pengetahuan dari guru ke peserta didik; akan tetapi mengajar dianggap sebagai proses mengatur lingkungan yang dapat merangsang peserta didiik untuk belajar. Dengan demikian, proses pembelajaran adalah proses interaksi baik antara guru dan peserta didik, antara peserta didik dan peserta didik, maupun antara peserta didik dengan lingkungannya. Melalui proses interaksi, memungkinkan kemampuan peserta didik akan berkembang, baik mental maupun intelektualnya. Kedua, prinsip inspiratif, yaitu memungkinkan peserta didik untuk mencoba dan melakukan sesuatu. Berbagai informasi dan proses pemecahan masalah dalam pembelajaran bukan harga mati, yang bersifat mutlak, akan tetapi merupakan hipotesis yang merangsang peserta didik untuk mau mencoba dan mengujinya. Oleh karena itu, guru mesti membuka berbagai kemungkinan yang dapat dikerjakan peserta didik. Biarkan peserta didik berbuat dan berpikir sesuai dengan inspirasinya sendiri, sebab pengetahuan pada dasarnya bersifat subjektif yang bisa dimaknai oleh setiap peserta didik.

Ketiga, prinsip pembelajaran yang menyenangkan yang dapat mengembangkan seluruh potensi peserta didik. Seluruh potensi itu hanya mungkin dapat berkembang manakala mereka terbebas dari rasa takut dan mene­gangkan. Oleh karena itu, perlu diupayakan agar proses pembelajaran merupakan proses yang menyenangkan (joyfull learning). Proses pembelajaran yang menyenangkan bisa dilakukan, pertama, dengan menata ruangan yang apik dan menarik. Kedua, melalui pengelolaan pembelajaran yang hidup dan bervariasi, yakni dengan menggunakan pola dan model pembelajaran, media, dan sumber belajar yang relevan serta gerakan-gerakan guru yang mampu mem­bangkitkan motivasi belajar peserta didik.

Keempat, prinsip menantang; proses pembelajaran yang menantang peserta didik untuk mengembangkan kemampuan berpikir, yakni merangsang kerja otak secara maksimal. Kemampuan tersebut dapat ditumbuhkan dengan cara mengembangkan rasa ingin tahu peserta didik melalui kegiatan men­coba-coba, berpikir secara intuitif atau bereksplorasi. Apa pun yang diberikan dan dilakukan guru harus dapat merangsang peserta didik untuk berpikir (learning how to learn) dan melakukan (learning how to do).

Kelima, motivasi adalah aspek yang sangat penting untuk membelajar­kan peserta didik. Tanpa adanya motivasi, tidak mungkin mereka memiliki kemauan untuk belajar. Oleh karena itu, membangkitkan motivasi merupakan salah satu peran dan tugas guru dalam setiap proses pembelajaran. Motivasi dapat diartikan sebagai dorongan yang memungkinkan peserta didik untuk bertindak atau melakukan sesuatu.

Berdasarkan uraian di atas, model pembelajaran yang efektif untuk diterapkan dalam proses pembelajaran kewirausahaan adalah model pembelajaran yang berdasarkan pada masalah atau model  pembelajaran problem-based learning. Model tersebut menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang cara berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang essensial dari materi pelajaran.

B.     Model Pembelajaran Kewirausahaan yang Efesien

Efisien adalah bagaimana menghasilkan sesuatu dengan proses yang lebih mudah, tepat dan cermat. Proses pembelajaran akan jauh lebih baik jika memperhitungkan untuk memperoleh hasil yang baik tanpa melupakan proses yang baik pula. Pembelajaran yang efisien cenderung ditandai dengan pola penyebaran dan pendayagunaan sumber-sumber pendidikan yang sudah ditata secara efisien. Program pendidikan yang efisien adalah program yang mampu menciptakan keseimbangan antara penyediaan dan kebutuhan akan sumber-sumber pendidikan sehingga upaya pencapaian tujuan tidak mengalami hambatan.

Proses pembelajaran kewirausahaan dapat lebih efisien saat dilaksanakan dengan menggunakan model pembelajaran yang berdasarkan pada masalah atau model  pembelajaran problem-based learning. Karena suatu proses pembelajaran yang diawali dari masalah-masalah yang ditemukan dalam suatu lingkungan, kemudian mengidentifikasi suatu masalah, baik yang dihadapi secara nyata maupun telaah kasus, sehingga peserta didik menemukan kebutuhan belajar yang diperlukan agar mereka dapat memecahkan masalah tersebut dan siswa dapat berpikir kritis dan terampil memecahkan masalah yang dihadapi.

C.    Model Pelaksanaan Pembelajaran Kewirausahaan yang Efektif dan Efesien

Pelajaran Kewirausahaan merupakan pelajaran vokasional, yaitu pelajaran untuk memberikan pengetahuan, sikap dan keterampilan kerja bagi siswanya. Oleh karena itu, pendidikan kewirausahaan harus dirancang sedemikian rupa agar dapat memberikan dampak dalam mendorong siswa untuk berjiwa wirausaha. Pola pembelajaran kewirausahaan minimal mengandung empat unsur (Eman Suherman, 2008: 29) dalam Citra (2010) ditambah satu unsur (Farzier and Niehm, 2008) dalam Citra (2010), sebagai berikut.
  1. Pemikiran yang diisi oleh pengetahuan tentang nilai-nilai, semangat, jiwa, sikap dan perilaku, agar peserta didik memiliki pemikiran kewirausahaan.
  2. Perasaan, yang diisi oleh penanaman empatisme sosial-ekonomi, agar peserta didik dapat merasakan suka-duka berwirausaha dan memperoleh pengalaman empiris dari para wirausaha terdahulu.
  3. Keterampilan yang harus dimiliki oleh peserta didik untuk berwirausaha. Oleh karena itu, dalam konteks ini pembelajaran kewirausahaan membekali peserta didik dengan teknik produksi dan manajemen.
  4. Kesehatan fisik, mental dan sosial. Sehubungan dengan hal ini, peserta didik hendaknya dibekali oleh teknik-teknik antisipasi terhadap berbagai hal yang mungkin timbul dalam berwirausaha baik berupa persoalan, masalah maupun risiko lainnya sebagi wirausaha.
  5. Pengalaman langsung berupa pemagangan atau melakukan aktivitas didampingi mentor yang kemudian akan dijadikan role model bagi peserta didik.

Pembelajaran kewirausahaan perlu memperhatikan karakteristik atau ciri-ciri seperti berikut.
  1. Learning by doing artinya bahwa prinsip pembelajaran kewirausahaan adalah belajar sambil bekerja, sehingga siswa memiliki pengalaman belajar praktik.
  2. Sejauh mungkin apa yang dipelajari di sekolah sama dengan yang akan dilakukan di dunia kerja, sehingga pengetahuan, sikap dan keterampilan praktik yang dipelajari tidak berbeda dengan yang akan dilakukan secara riil di masyarakat.
  3. Pengalaman praktik operasional yang dipelajari porsinya lebih besar dari pada pengetahuan kognitif yang bersifat konseptual.

Model pembelajaran kewirausahaan haruslah mampu mentransfer bukan hanya pengetahuan dan keterampilan melainkan juga kemampuan untuk mewujudkan usaha yang nyata, dan memperoleh jiwa dari kewirausahaan itu sendiri. Oleh karena itu, perlu disadari bahwa pembelajaran di dalam kelas saja tidak cukup untuk dapat menghasilkan seseorang yang berjiwa wirausaha. Problem-based Learning dipercaya sebagai metode yang efektif untuk diterapkan dalam pembelajaran kewirausahaan, terutama dalam mengembangkan kemampuan dalam mewujudkan rencana atau usaha yang mereka buat (Bell, 2008) dalam Citra (2010), bukan sekedar membuat rencana yang hanya untuk memperoleh nilai/kelulusan semata. Pendidikan kewirausahaan juga harus memuat keharusan bagi siswa untuk menjalankan usaha nyata mereka sendiri, bukan sekedar simulasi dalam pembelajaran. Siswa harus diberikan kesempatan untuk terlibat dan berkomitmen dalam mengembangkan usaha mereka, sehingga mereka dapat menghayati karakteristik berwirausaha dalam menghadapi risiko, berinovasi, menghadapi kegagalan, dan lain sebagainya (Pittaway & Cope, 2007) dalam Citra (2010).

Model pembelajaran Problem-based Learning membantu siswa untuk memproses informasi yang sudah jadi dalam benaknya dan menyusun pengetahuan mereka sendiri tentang dunia sosial dan sekitarnya. Pembelajaran ini cocok untuk mengembangkan pengetahuan dasar maupun kompleks dalam diri peserta didik. Pembelajaran ini berfokus pada penyajian suatu masalah (nyata atau simulasi) pada siswa, kemudian siswa diminta mencari pemecahan melalui serangkaian kegiatan yang berdasarkan teori, konsep, prinsip dari suatu bidang ilmu. Pengajaran berdasarkan masalah merupakan yang efektif untuk pengajaran proses berpikir tingkat tinggi. Sehingga proses pembelajaran kewirausahaan dengan menggunakan model pembelajaran Problem-based Learning akan lebih efektif dan efisien.

Langkah-langkah pemecahan masalah dalam pembelajaran PBL paling sedikit ada delapan tahapan (Pannen, 2001) dalam Sudjarwo (2011), yaitu:
  1. mengidentifikasi masalah;
  2. mengumpulkan data;
  3. menganalisis data;
  4. memecahkan masalah berdasarkan pada data yang ada dan analisisnya;
  5. memilih cara untuk memecahkan masalah;
  6. merencanakan penerapan pemecahan masalah;
  7. melakukan uji coba terhadap rencana yang ditetapkan; dan
  8. melakukan tindakan (action) untuk memecahkan masalah.  Empat tahap yang pertama mutlak diperlukan untuk berbagai kategori tingkat berpikir, sedangkan empat tahap berikutnya harus dicapai bila pembelajaran dimaksudkan untuk mencapai keterampilan berpikir tingkat tinggi (higher order thinking skills).

Langkah mengidentifikasi masalah merupakan tahapan yang sangat penting dalam PBL. Pemilihan masalah yang tepat agar dapat memberikan pengalaman belajar yang mencirikan kerja ilmiah seringkali menjadi masalah bagi guru dan siswa. Artinya, pemilihan masalah yang kurang luas, kurang relevan dengan konteks materi pembelajaran, atau suatu masalah yang sangat menyimpang dengan tingkat berpikir siswa dapat menyebabkan tidak tercapainya tujuan pembelajaran. Oleh sebab itu, sangat penting adanya pendampingan oleh guru pada tahap ini. Walaupun guru tidak melakukan intervensi terhadap masalah tetapi dapat memfokuskan masalah melalui pertanyaan-pertanyaan agar siswa melakukan refleksi lebih dalam terhadap masalah yang dipilih. Dalam hal ini guru harus berperan sebagai fasilitator agar pembelajaran tetap pada bingkai yang direncanakan. Suatu hal yang sangat penting untuk diperhatikan dalam PBL adalah pertanyaan berbasis why bukan sekedar how.

Setiap tahap dalam pemecahan masalah, keterampilan mahasiswa/siswa dalam tahap tersebut hendaknya tidak semata-mata keterampilan how, tetapi kemampuan menjelaskan permasalahan dan bagaimana permasalahan dapat terjadi. Namun, yang harus dicapai pada akhir pembelajaran adalah kemampuannya untuk memahami permasalahan dan alasan timbulnya permasalahan tersebut serta kedudukan permasalahan tersebut dalam tatanan sistem yang sangat luas.

Sedangkan menurut Akhmad Sudrajat (2011) pengelolaan pembelajaran berdasarkan  masalah terdapat 5 langkah utama. yaitu: (1)  mengorientasikan siswa pada masalah; (2)  mengorganisasikan siswa untuk belajar; (3) memandu menyelidiki secara mandiri atau kelompok; (4)  mengembangkan dan menyajikan hasil kerja; dan (5)  menganalisis dan mengevaluasi hasil pemecahan masalah. Gambaran rinci kelima langkah tersebut dapat dilihat dalam tabel berikut.


Tabel 1. Prosedur Pembelajaran Berdasarkan Masalah

No.
Langkah
Kegiatan Guru
1.
Orientasi masalah
·         Menginformasikan tujuan pembelajaran
·         Menciptakan lingkungan kelas yang memungkinkan terjadi pertukaran ide yang terbuka
·         Mengarahkan pada pertanyaan atau masalah
·         Mendorong siswa mengekspresikan ide-ide secara terbuka
2.
Mengorganisasikan siswa untuk belajar
·         Membantu siswa menemukan konsep berdasar masalah
·         Mendorong keterbukaan, proses-proses demokrasi dan cara belajar siswa aktif
·         Menguji pemahaman siswa atas konsep yang ditemukan
3.
Membantu menyelidiki secara mandiri atau kelompok
·         Memberi kemudahan pengerjaan siswa dalam mengerjakan/menyelesaikan masalah
·         Mendorong kerjasama dan penyelesaian tugas-tugas
·         Mendorong dialog, diskusi dengan teman
·         Membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas-tugas belajar yang berkaitan dengan masalah
·         Membantu siswa merumuskan hipotesis
·         Membantu siswa dalam memberikan solusi
4.
Mengembangkan dan menyajikan hasil kerja
·         Membimbing siswa mengerjakan lembar kegiatan siswa (LKP)
·         Membimbing siswa menyajikan hasil kerja
5.
Menganalisa dan mengevaluasi hasil pemecahan
·         Membantu siswa mengkaji ulang hasil pemecahan masalah
·         Memotivasi siswa untuk terlibat dalam pemcahan masalah
·         Mengevaluasi materi



IV.    KESIMPULAN


Berdasarkan hasil pembahasan mengenai model pembelajaran kewirausahaan yang efektif dan efisien, dapat disimpulkan sebagai berikut.
  1. Pembelajaran kewirausahaan merupakan upaya untuk mempelajari tentang nilai, kemampuan dan perilaku seseorang dalam berkreasi dan inovasi yang diwujudkan dalam bentuk sikap.
  2. Model pembelajaran merupakan salah satu komponen utama dalam menciptakan suasana belajar yang aktif, inovatif, kreatif dan menyenangkan.
  3. Model pembelajaran problem-based learning adalah model pendidikan yang mendorong siswa untuk mengenal cara belajar dan bekerja sama dalam kelompok untuk mencari penyelesaian masalah-masalah di dunia nyata.
  4. Pembelajaran yang efektif dan efisien adalah pembelajaran yang sesuai dengan tujuan seperti yang telah ditetapkan dan tepat atau mampu menyelesaikan proses pembelajaran dengan tepat dan cermat, berdaya guna, serta bertepat guna.
  5. Pengajaran berdasarkan masalah merupakan yang efektif untuk pengajaran proses berpikir tingkat tinggi. Sehingga proses pembelajaran kewirausahaan dengan menggunakan model pembelajaran problem-based learning akan lebih efektif dan efisien.



DAFTAR PUSTAKA

Citra. S., Mery. 2010. Mendorong Piihan Karir Berwirausaha. (Online), (http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2010/06/mendorong_ pilihan_karir_berwirausaha.pdf, diakses tanggal 16 Mei 2012).
Colin Marsh. 1996. Handbook for beginning teachers. Sydney: Addison Wesley Longman Australia Pry Limited.
Danfar. 2009. Pengertian Efisiensi. (Online) (http://dansite.wordpress.com/2009/ 03/28/pengertian-efisiensi/, diakses tanggal 16 Mei 2012)
Hamalik, Oemar, 2001. Proses Belajar Mengajar. Bumi Aksara, Jakarta.
Hardiyani, Dwi. 2012. Beberapa Pengertian Efektif. (Online) (http://www.scribd. com/doc/88356153/Beberapa-Pengertian-Efektif, diakses tanggal 16 Mei 2012)
Hariyanto, Arief. 2012. Definisi dan Model Pembelajaran. (Online), (http://smkn20.ucoz.com/news/definisi_dan_model_pembelajaran/2012-02-15-14, diakses tanggal 14 Mei 2012).
KBBI. 1996. Edisi Kedua. Jakarta: Balai Pustaka.
Sardiman, A. M. 2004. Interaksi dan motivasi belajar-mengajar. Jakarta: Rajawali.
Satmoko, Heru. 2011. Peningkatan Aktivitas dan Hasil Belajar Sejarah dengan Mengunakan Metode Inkuiri pada Siswa Kelas XI IPS 1 SMAN 01 Seputih Banyak Semester Genap Tahun 2010/2011. Tesis Universitas Lampung. Tidak diterbitkan.
Setyawan, Heru. 2010. Pengertian Model Pembelajaran. (Online) (http://zonainfosemua.blogspot.com/2010/11/pengertian-model-pembelajaran-dari.html, diakses tanggal 16 Mei 2012)
Sudjarwo dan Basrowi. 2011. Mengenal Model Pembelajaran. Yogyakarta: Graha Ilmu
Sudrajat, Akhmad. 2011. Pembelajaran Berdasarkan Masalah. (Online), (http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2011/09/28/pembelajaran-berdasarkan-masalah/, diakses tanggal 17 Mei 2012).
Suherman, Erman. 2008. Model Belajar dan Pembelajaran Berorientasi Kompetensi Siswa. Bandung: FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia.
Trianto, 2009. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Konsep: Landasan, dan Implementasinya pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Kencana, Jakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar